Ingin dapat penawaran khusus untuk Anda? Konsultasi sekarang!

Shalat Terlewat? Lakukan Shalat Qadha sebagai Gantinya!

01 October 2024 ditinjau oleh Tim Khidmat jejak imani

article-thumbnail

Banyak orang mungkin pernah mengalami kejadian dimana mereka melewatkan waktu shalat karena berbagai hal, seperti terlambat bangun tidur, sibuk bekerja, atau terjebak dalam kemacetan.  Namun, sebagai seorang Muslim, menjaga kewajiban shalat tetap harus dilakukan meskipun terlewat waktu pelaksanaannya. Lantas, bagaimana cara menggantinya atau melakukan sholat qodho?

Sejak shalat disyariatkan pada peristiwa Isra’ dan Mi’raj, dalam sehari seorang Muslim diwajibkan untuk melaksanakan shalat fardlu sebanyak lima kali.  Kewajiban yang mengikat setiap individu ini tidak bisa diwakilkan ataupun ditinggalkan. Bagi yang telah meninggalkan shalat, maka syariat Islam menuntut orang tersebut untuk melaksanakan shalat qadha.

Dalam Kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i menjelaskan qadha shalat sebagai berikut:

"Adapun qadha (dalam shalat) ialah melaksanakan shalat sesudah habisnya waktu, atau sesudah waktu yang tidak mencukupi untuk menyelesaikan satu rakaat atau lebih. Kondisi sebaliknya disebut adâ’ (Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, Kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i)

Tata Cara Qadha Shalat Menurut Ulama

Adapun tata cara mengqadha shalat menurut Al-Qadhi Husain, Imam Al-Baghawi, Al-Mutawalli dan ulama lainnya adalah sebagai berikut

1. Pendapat Pertama

Pertama, pendapat al-ashah atau yang dinilai lebih shahih, menyatakan bahwa standar dalam membaca keras atau lirih dalam shalat qadha adalah waktu qadhanya. Bila waktu qadhanya malam hari maka bacaan al-Fatihah dan bacaan surat tetap dibaca secara keras, meski shalat Dzuhur dan Ashar yang asalnya disunnahkan secara lirih. Sebaliknya bila waktu qadhanya siang hari maka bacaan-bacaan tersebut dilakukan secara lirih, meskipun shalatnya adalah shalat Maghrib, Isya dan Subuh.  

Pendapat al-ashah atau yang paling shahih menyatakan, pertimbangannya dengan mengacu pada waktu qadha terkait lirih dan kerasnya. Pendapat ini dinilai shahih oleh Imam al-Baghawi, Imam al-Mutawalli, dan Imam ar-Rafi’i.

2. Pendapat Kedua

Kedua, pendapat muqâbilul ashah yang juga dinilai sebagai pendapat yang shahih menyatakan bahwa yang menjadi standar adalah waktu asli shalat tersebut. Bila shalat itu adalah Dzuhur dan Ashar, maka bacaan-bacaan shaltnya tetap dibaca lirih meskipun diqadha pada waktu malam hari. Apabila shalat Maghrib, Isya dan Subuh maka bacaan-bacaan tersebut tetap dibaca keras meskipun diqadha pada waktu siang hari.

Adapun pendapat kedua menyatakan, pertimbangannya dengan mengacu pada waktu yang terlewatkan atau waktu asalnya. Pendapat ini dipastikan oleh penulis Kitab Al-Hâwi, yaitu Imam al-Mawardi (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Al-Majmû Syarhul Muhadzdzab, juz III, halaman 390).

Secara lengkap Imam An-Nawawi menjelaskan:

وَأَمَّا الْفَائِتَةُ فَإِنْ قَضَى فَائِتَةَ اللَّيْلِ بِاللَّيْلِ جَهَّرَ بِلَا خِلَافٍ. وَإِنْ قَضَى فَائِتَةَ النَّهَارِ بِالنَّهَارِ أَسَرَّ بِلَا خِلَافٍ؛ وَإِنْ قَضَى فَائِتَةَ النَّهَارِ لَيْلًا أَوِ اللَّيْلِ نَهَارًا فَوَجْهَانِ، حَكَاهُمَا الْقَاضِى حُسَيْنُ وَالْبَغَوِيُّ وَالْمُتَوَلِّيُّ وَغَيْرُهُمْ. أَصَحُّهُمَا: أَنَّ الْاِعْتِبَارَ بِوَقْتِ الْقَضَاءِ فِي الْإِسْرَارِ وَالْجَهْرِ، صَحَّحَهُ الْبَغَوِيُّ وَالْمُتَوَلِّيُّ وَالرَّافِعِيُّ. وَالثَّانِيُّ: اَلْاِعْتِبَارُ بِوَقْتِ الْفَوَاتِ وَبِهِ قَطَعَ صَاحِبُ الْحَاوِي  

Adapun shalat fâ’itah (yang keluar dari waktunya), maka:

  1. Bila orang mengqadha shalat malam—Maghrib, Isya’ dan Subuh meskipun sebenarnya waktunya adalah pagi—di waktu malam, maka ia sunnah membaca dengan bacaan keras tanpa perbedaan pendapat di antara ulama.
  2. Bila ia mengqadha shalat siang di waktu siang maka ia sunnah membaca dengan bacaan lirih tanpa perbedaan pendapat di antara ulama.
  3. Bila ia mengqadha shalat siang di waktu malam, atau mengqadha shalat malam di waktu siang, maka terdapat dua pendapat di kalangan ulama Syafi’iyah yang dihikayatkan oleh Al-Qadhi Husain, Imam al-Baghawi, Imam al-Mutawalli dan lainnya.

Jadi, Bagaimana Kesimpulan Cara Shalat Qadha?

Kesimpulan tata cara shalat qadha, terkait bacaannya apakah keras atau lirih, terdapat dua pendapat. Namun pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang mengambil standar waktu qadhanya. Meskipun shalat Dzuhur atau Ashar bila qadhanya dilakukan di malam hari maka sunnahnya adalah dengan suara keras. Pendapat ini lebih kuat di lingkungan ulama Syafi’iyah.

Meski mengetahui tata cara shalat qadha ini, kita harus tetap mengupayakan shalat tepat waktu. Semoga Allah senantiasa menjaga ibadah kita terutama shalat.

Salah satu ibadah yang juga wajib dilakukan umat Muslim adalah haji bagi yang mampu, sebagai muslim ada baiknya kita terus berikhtiar dan berdoa supaya segera dipanggil menjadi tamu-Nya di Baitullah.

Bagi Sahabat yang ingin mewujudkan impian ibadah haji lebih cepat dan lebih nyaman, dapat memilih haji plus dan furoda di di jejak imani.

jejak imani adalah travel haji dan umroh sejak tahun 2012 dengan nama PT JEJAK IMANI BERKAH BERSAMA yang sudah berizin resmi sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dari Kemenag. Anda juga bisa menanyakanan dan konsultasi dengan tim jejak imani terkait kebutuhan selama ibadah umroh di Tanah Suci.

Semoga bermanfaat!

Dilihat 649 kali