Ingin dapat penawaran khusus untuk Anda? Konsultasi sekarang!

Wajib Tahu, Hukum Pakai Celana Dalam Tanpa Jahitan Saat Ihram

21 September 2025 ditinjau oleh Tim Khidmat jejak imani

article-thumbnail

Umat Islam yang sedang dalam keadaan berihram saat umroh dan haji memiliki beberapa larangan. Contohnya bagi laki-laki dilarang untuk menggunakan pakaian dengan jahitan, namun bagaimana hukumnya jika memakai celana dalam tanpa jahitan saat berihram? Simak penjelasan lengkap di bawah ini.

Mengenai larangan mengenakan pakaian berjahit dalam berihram telah secara tegas disampaikan oleh Rasulullah :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ مِنْ الثِّيَابِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَلْبَسُ الْقُمُصَ وَلَا الْعَمَائِمَ وَلَا السَّرَاوِيلَاتِ وَلَا الْبَرَانِسَ وَلَا الْخِفَافَ إِلَّا أَحَدٌ لَا يَجِدُ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ

“Dari Abdullah bin Umar Ra. bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah, “wahai Rasulullah, pakaian apa yang seharusnya digunakan oleh orang yang sedang berihram (haji atau umroh)?” Rasulullah bersabda, “tidak boleh mengenakan gamis (kemeja), serban, celana panjang, peci (kopiah) dan sepatu kecuali bagi yang tidak mendapatkan sandal, maka dia boleh mengenakan sepatu.” (HR. Bukhari)

Mengenai larangan mengenakan pakaian yang dijelaskan dalam hadits tersebut, maka ulama telah bersepakat seluruhnya (ijmak) mengenai larangannya. Namun, mengenai penggunaan selainnya yang menyerupai (termasuk celana dalam tanpa jahitan), setidaknya terdapat 2 pandangan berbeda di antara para ulama:

Pendapat Pertama

Pertama, memperbolehkan selama bukan termasuk yang disebutkan dalam hadits tersebut. Di antaranya adalah fatwa dari Darul Ifta Mishriyah (Majelis Fatwa Mesir). Fatwa bernomor 2241, tahun 2006, disebutkan mengenai kebolehan seseorang mengenakan sepotong kain tanpa jahitan (semacam celana dalam) yang dililitkan ke tubuh:

“Berdasarkan hadis di atas serta riwayat-riwayat lain, para ulama menyimpulkan bahwa seseorang yang sedang berihram tidak diperbolehkan mengenakan pakaian yang dijahit menyesuaikan bentuk tubuh. Yang dimaksud dengan pakaian semacam itu ialah busana yang membalut anggota tubuh secara khusus, seperti celana, gamis atau kemeja, alas kaki tertutup, serta mantel yang memiliki tudung kepala sebagaimana tercantum dalam hadis.

Adapun benda-benda yang tidak berbentuk demikian, maka penggunaannya tetap dibolehkan, misalnya jam tangan, kacamata, kain sarung, atau selendang yang hanya dililitkan pada tubuh tanpa mengikuti bentuk anggota badan.

Oleh karena itu, menanggapi pertanyaan yang diajukan, kain penutup dengan model sebagaimana dijelaskan dalam pertanyaan boleh dipakai oleh orang yang sedang ihram, baik saat haji maupun umroh. Dengan demikian, pembuatan dan perdagangan penutup tubuh yang tidak berbentuk jahitan tersebut diperbolehkan.”

Pendapat Kedua

Adapun pendapat kedua adalah yang tidak memperbolehkan menggunakan celana dalam tanpa jahitan. Hal ini banyak ditemui dalam pendapat mayoritas ulama mazhab Syafi’i. Di antaranya yang disampaikan oleh syaikh Zakariya Al Anshari:

يَحْرُمُ (سُتْرَةُ الْبَدَنْ) أَوْ عُضْوًا مِنْهُ (بِمَا يُحِيطُ) به (بِشُرُوجٍ أَوْ طُعْنٍ أَوْ نَسْجِهِ أَوْ لَصْقِهِمِنْ جِلْدٍ وَغَيْرِهِ أَوْ عَقْدِهِ كَلِبْدِ)

Artinya: “Haram menutup badan dengan pakaian yang bisa meliputi anggota tubuh dengan tali (diikat) atau jahitan atau tenunan (tanpa jahitan) atau ditempelkan atau sisi kain yang satu dengan yang lainnya diikatkan,” (Al-Ghurarul Bahiyah Syarah Bahjatul Wardiyah, Juz 2, hlm. 339)

Hal ini tidak terlepas dari definisi yang dikemukakan oleh para ulama kalangan mazhab Syafi’i bahwa hadits di atas bukan hanya membatasi pada المخيط (al-makhith / sesuatu yang berjahit) tapi juga termasuk المحيط (al-muhith / sesuatu yang menyelimuti salahsatu bagian tubuh).

Sebagaimana yang dijelaskan Imam Nawawi bahwa:

المَخِيطُ: هو المفصَّلُ على قَدْرِ البَدَن أو العُضْوِ، بحيث يُحيطُ به، ويستمْسِكُ عليه بنَفْسِه، سواءٌ كان بخياطةٍ أو غيرِها، مثل: القميص، والسَّراويل، ونحو ذلك

Artinya: “Berjahit: ialah sesuatu yang disesuaikan dengan ukuran tubuh atau organ tubuh tertentu dengan sedemikian rupa sehingga ia melingkari dan melekat padanya dengan sendirinya, entah dengan cara dijahit atau dengan cara lain, seperti: kemeja, celana panjang, dan semacamnya.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzab, juz 7, hal. 255)

Pandangan Penulis

Adapun kami sebagai penulis lebih cenderung mengikuti pendapat dari mayoritas Mazhab Syafi’i yang tidak memperbolehkan menggunakan celana dalam tanpa jahitan dengan artian al-muhith / sesuatu yang menyelimuti salahsatu bagian tubuh. Hal ini sebagai bentuk kehati-hatian dalam berihram.

Namun demikian hal ini tidaklah membatalkan ihram seseorang apalagi menyebabkan umrohnya tidak sah. Ianya hanya dikenakan dam fidyah sebagai pengganti karena tidak sempurnanya bagian dari wajib umroh seseorang.

Adapun dalam hal darurat, misalnya seseorang yang sakit dan mengharuskan menggunakan celana dalam, maka penggunaan celana dalam tanpa jahitan ini lebih utama daripada menggunakan celana dalam biasa dengan itikad dan niat menyempurnakan wajib umroh seorang muhrim.

Bagi calon jamaah yang berniat untuk beribadah umroh dan haji, Anda bisa melakukan perjalanan ibadah umroh dan haji bersama jejak imani. Para ustadz mumpuni akan full membimbing jamaah sesuai syariat mulai dari manasik di Indonesia hingga prosesi ibadah di Tanah Suci contohnya seperti hukum larangan berihram di atas.

Wallahu a’lam bish shawab

Dilihat 5 kali