Melanggar Ketentuan Haji? Bayarkan Dam Haji Berdasarkan Jenis
23 May 2025 ditinjau oleh Tim Khidmat jejak imani

Setiap ibadah memiliki aturan dan ketentuannya masing-masing. Begitu pula dengan ibadah haji, sebagai bentuk totalitas ketaatan kepada Allah, terdapat berbagai kewajiban dan larangan yang harus diperhatikan. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat berakibat pada kewajiban membayar denda yang disebut dam, sebagai bentuk kompensasi, denda atau penyempurna ibadah haji.
Istilah “dam” mungkin sudah akrab di kalangan jamaah haji, namun masih banyak yang belum memahami makna, jenis, dan pelaksanaannya. Maka penting untuk mengetahui: apa itu dam, mengapa ia ada, dan bagaimana pelaksanaannya menurut syariat?
Apa Itu Dam Haji?
Secara bahasa, dam berasal dari bahasa Arab الدم (ad-dam) yang berarti darah, karena pada praktiknya biasanya dilakukan dengan menyembelih hewan. Adapun secara istilah, dam adalah denda atau kompensasi yang wajib ditunaikan oleh jamaah haji karena melakukan pelanggaran tertentu atau tidak melaksanakan kewajiban haji.
Bentuk dam umumnya terbagi kedalam 2 bentuk, yaitu dam pilihan (takhyir) maupun dam yang telah ditetapkan (tartib). Dalam beberapa redaksi, dam yang sifatnya pilihan sering juga disebut sebagai fidyah yang bermakna pengganti. Perintah atau penjelasan mengenai dam sendiri secara umum telah Allah jelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 196:
وَأَتِمُّوا۟ ٱلْحَجَّ وَٱلْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا۟ رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ ٱلْهَدْىُ مَحِلَّهُۥ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِۦٓ أَذًى مِّن رَّأْسِهِۦ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَآ أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلْعُمْرَةِ إِلَى ٱلْحَجِّ فَمَا ٱسْتَيْسَرَ مِنَ ٱلْهَدْىِ ۚ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٍ فِى ٱلْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُۥ حَاضِرِى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
Artinya: “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.”
Jenis-Jenis Dam Haji
Sebelum kita membagi dam sesuai dengan jenis pelanggarannya, kita perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai pengklasifikasian jenis-jenis dam. Imam Nawawi dalam Raudhatu at-Thalibin (Juz 3, hal. 183) mengklasifikasikan dam menjadi 2 jenis utama, yaitu dam tartib dan dam takhyir.
1. Dam Tartib
dam tartib adalah dam yang dalam pelaksanaannya besarannya telah ditentukan oleh syariat. Jenis dam tartib dikembangkan lagi menjadi 2 jenis yakni,
- Dam Tartib wa Taqdir : Ditentukan secara urut dan sesuai ukuran yang ditetapkan.
- Dam Tartib wa Ta’dil : Ditentukan secara urut, tapi ada opsi pengganti sepadan bila tidak mampu.
Baca Juga : Rukun-Rukun Haji yang Wajib Jamaah Lakukan!
2. Dam Takhyir
Dam takhyir adalah dam yang dalam pelaksanaannya besarannya telah diberikan pilihan oleh Allah. Seseorang diperbolehkan memilih salah satunya sesuai dengan pilihan yang telah ditetapkan syariat. Dam takhyir dibagi lagi menjadi 2 jenis yakni,
- Dam Takhyir wa Ta’dil : Ada pilihan dan pengganti dengan nilai yang setara.
- Dam Takhyir wa Taqdir : Ada pilihan, tetapi setiap opsi memiliki ukuran tertentu yang ditetapkan syariat.
5 Sebab Harus Bayar Dam Haji
Para ulama kemudian menjelaskan 5 hal yang mengharuskan seseorang menunaikan dam sesuai dengan ketentuan 4 jenis dam di atas, di antaranya adalah Syaikh Ibn Qasim al-Ghazzi dalam kitab Fathul Qorib Dan Al-Baijuri dalam Hasyiyah Al-Baijuri.
1. Meninggalkan Ketentuan & Ibadah Saat Ihram
Di antara yang masuk pada klasifikasi ini adalah: dam Ihram Tamattu’, dam Qiran, dam Fawat (sesuatu yang mengakibatkan batalnya ibadah haji), meninggalkan ibadah yang dinazarkan, tidak mabit di Muzdalifah, tidak mabit di Mina, tidak melempar jumrah dan tidak melaksanakan thawaf wada.
Dam pertama ini termasuk kepada jenis dam Tartib (berurutan) wa Taqdir (sesuai takaran yang dittapkan syariat), yang mana dam nya berupa:
- Menyembelih seekor kambing / 1/7 Unta / 1/7 sapi
- Jika tidak ditemukan kambing atau unta dan sapi, maka dapat diganti dengan berpuasa 10 hari yang mana 3 hari dilakukan sebelum 10 Dzulhijjah dan 7 hari dilakukan di tanah air.
- Jika tidak mampu, maka mengganti dengan memberi makan 6 orang fakir miskin di tanah haram Makkah, masing-masing 2 mud.
2. Melakukan Pelanggaran Ihram Ringan
Sebab kedua adalah dam yang terjadi karena melakukan pelanggaran ihram ringan berupa mencukur rambut sebelum masa tahallul atau taraffuh (mengambil kenyamanan) seperti memakai wewangian, minyak rambut, mengenakan pakaian berjahit (bagi pria), memotong kuku, berjimak (setelah terkena pelanggaran dam jimak yang pertama), berjimak di antara 2 tahallul dan kegiatan yang sengaja dilakukan dengan syahwat.
Dam pada pelanggaran kedua masuk pada jenis takhyir (pilihan) wa taqdir. Artinya, pelanggar diperbolehkan memilih dari pilihan yang telah ditetapkan oleh syariat, yaitu:
- Menyembelih seekor kambing / 1/7 Unta / 1/7 sapi
- Berpuasa 3 hari dan diperbolehkan dilakukan dimanapun
- Sedekah makanan sejumlah 3 mud yang dibagikan kepada 6 orang fakir miskin
3. Terhalangnya Seseorang Menyempurnakan Haji Sampai Akhir
Contoh penyebab ini karena seseorang dihalangi untuk masuk ke Makkah, dipenjara secara dzalim, seorang budak yang pergi haji tanpa izin majikannya lalu dilarang untuk melanjutkan ibadah hajinya, istri yang dilarang melanjutkan ibadah hajinya oleh suaminya, anak yang dilarang oleh orangtuanya untuk melanjutkan ibadah hajinya maupun seseorang yang memiliki hutang yang jatuh tempo dan pemberi hutang melarangnya untuk berangkat menuntaskan ihramnya.
Dalam klasifikasi ketiga ini, maka dam yang ditunaikan hanya berupa dam Taqdir yaitu dengan menyembelih seekor kambing ataupun hewan penggantinya di tempat dimana ia terhalang, baik itu tanah haram maupun tanah halal, dengan terlebih dahulu bertahallul karena ia melepaskan ihramnya dan tidak dapat melanjutkan nusuk (ibadah haji) nya.
Baca Juga : Jauhi Larangan Haji Ini Supaya Ibadah Sah!
4. Membunuh Hewan Buruan / Memotong Pohon
Sebab selanjutnya adalah membunuh hewan buruan di darat atau memotong pohon di tanah haram Makkah. Dalam hal ini, maka seseorang diwajibkan menunaikan dam takhyir (pilihan) wa ta’dil (pengganti yang sepadan), yaitu dengan cara:
- Menyembelih hewan yang sama ataupun yang serupa, lalu menyedekahkannya kepada fakir miskin di tanah Haram. Misalnya menyembelih kambing karena membunuh Rusa atau menyembelih ayam karena membunuh burung.
- Jika tidak didapati, maka bisa dengan memperkirakan harga hewan yang dibunuh, lalu membelanjakan uangnya untuk membeli makanan pokok dengan ukuran 1 sha (sekitar 2,8 kg) untuk setiap paketnya dan menyedekahkannya kepada fakir miskin di tanah haram.
- Jika tidak didapati, maka bisa dengan melakukan puasa yang jumlah harinya disesuaikan dengan besaran jumlah mud (1 mud = + 7 ons). Misalnya seseorang membunuh seekor kambing dengan berat 30 kg dengan kisaran harga 400 Riyal. 1 mud makanan pokok di Makkah saat itu adalah 10 Riyal. Jika dikalkulasikan 400 Riyal : 10 = 40 mud. Maka ia harus berpuasa sebanyak 40 hari.
5. Berjimak
Melakukan jimak (hubungan badan) ketika dalam keadaan masih berihram, dan jimak tersebut dilakukan dalam keadaan sepenuhnya sadar, sengaja, dan atas kehendak serta kemauan sendiri menjadi sebab seseorang membayar dam. Dalam kasus pelanggaran ini, maka dam yang wajib ditunaikan adalah dam Tartib (berurutan) dengan rincian sebagai berikut:
- Menyembelih seekor unta dengan syarat yang sah untuk digunakan berkurban
- Jika tidak ada, maka menyembelih seekor sapi dengan syarat yang sah untuk digunakan berkurban
- Jika tidak ada, maka menyembelih tujuh ekor kambing dengan syarat yang sah untuk digunakan berkurban
- Jika tidak ada, menaksir harga unta dengan syarat di atas, lalu membelikan makanan pokok yang besaran paketnya sesuai dengan besaran zakat fitrah, lalu menyedekahkannya kepada fakir miskin di Makkah
- Jika tidak ada, maka bisa dengan melakukan puasa yang jumlah harinya disesuaikan dengan besaran jumlah mud (1 mud = + 7 ons). Sebagai contoh, harga unta di Makkah adalah sebesar 2800 Riyal, dan 1 mud makanan pokok di Makkah sebesar 10 Riyal. Maka, jika dikalkulasikan 2800 Riyal : 10 = 280 mud. Artinya, ia harus berpuasa selama 280 hari.
Baca Juga : Catat! 6 Wajib Haji yang Perlu Kamu Pelajari
Apakah Melakukan Pelanggaran, Wajib Bayar Dam?
Penetapan mengenai dam ini adalah sesuatu yang telah ditentukan oleh syariat. Tentunya dengan hikmah sebagai bentuk kehati-hatian dan kesungguhan seseorang dalam melaksanakan ibadah haji dalam dalam ber-taqarrub kepada Allah selama prosesi ibadah haji. Bagaimanapun, inti utama dari pelaksanaan Ibadah haji adalah kepatuhan dan kepasrahan yang total kepada Allah.
Namun demikian, apakah kemudian setiap orang yang melakukan pelanggaran tersebut otomatis wajib membayar dam? Para ulama berbeda pendapat dalam mengklasifikasikan wajib dan sunnah haji serta mempertimbangkan kondisi riil di lapangan pada saat pelaksanaan ibadah haji. Sebagai contoh pada kasus meninggalkan mabit di Muzdalifah karena kepadatan dan dapat menimbulkan kemudharatan, maka pendapat mayoritas mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i tidak mewajibkan membayar dam dan hajinya tetap sah (Lihat: Azziham wa Atsaruhu fii Ahkami an-Nusuk). Ataupun misalnya hanya sekedar melintas di Muzdalifah tanpa bermabit, maka itupun tidak dikenai dam dan hajinya tetap sah (Lihat pendapat Imam Abu Syuja’ al-Asfahani).
Pada pelanggaran yang lainnya, maka konteksnya akan dilihat pada niat menyengaja atau tidak sengaja. Sebagai contoh misalnya seseorang menyiram kepalanya dengan air dan didapati rambutnya rontok dengan sendirinya, maka tidak termasuk mencabut atau memotong rambut dan tidak dikenai dam. Atau yang paling sering mengenai pewangi, maka jika lupa atau ketumpahan, maka ini tidak masuk pada niat menyengaja dan tidak dikenai dam. Atau menggunakan sampo dari bidara dan siakt gigi dari bidara maka hal ini pun bukan sesuatu yang menyebabkan seseorang terkena dam. Begitupula mengenai minyak angin, minyak kayu putih, dll.
Ataupun kasus laInnya dinilai dari maksudnya atau tujuannya. Misalnya, suami istri membuka pakaianya hingga terbuka auratnya dengan maksud mengganti pakaian ihramnya, maka ketika tidak ditujukan untuk memancing syahwat ini tidak menjadi hal yang mewajibkan seseorang membayar dam.
Pelaksanaan ibadah haji bukan sekadar ritual fisik, tetapi manifestasi kepatuhan dan penghambaan total kepada Allah. Ketentuan dam bukan untuk menyulitkan, melainkan sebagai bentuk rukhshah (keringanan) dan penyempurna ibadah bagi yang menghadapi kendala atau melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan ibadah haji dan bentuk kehati-hatian dalam menjaga kesempurnaan niat dan pelaksanaan ibadah haji itu sendiri sesuai dengan nilai yang Allah tetapkan melalui syariat-Nya.
Demikian ulasan artikel seri haji yang membahas tentang dam haji. Semoga bermanfaat dan membantu ketika dipanggil menjadi tamu-Nya di Baitullah untuk menyempurnakan rukun Islam. Ada baiknya jika mampu secara finansial dan fisik dibarengi dengan ikhtiar mencari paket haji yang sesuai, seperti paket haji plus atau haji furoda di jejak imani. Anda tidak perlu lagi menunggu puluhan tahun untuk mendapat kuota haji. Cukup tunggu 5-8 tahun atau bisa juga langsung berangkat di tahun hijriyah tersebut. Tunggu apalagi? Yuk segera konsultasikan kebutuhan ibadah Anda bersama tim jejak imani.
Wallāhu a‘lam bish-shawāb
Dilihat 131 kali