Ingin dapat penawaran khusus untuk Anda? Konsultasi sekarang!

Tawaf dalam Ibadah Umroh: Tatacara, Hukum, Larangan

12 September 2025 ditinjau oleh Tim Khidmat jejak imani

article-thumbnail

Setiap muslim yang pergi umroh tentu menginginkan agar momen tawaf di Baitullah menjadi momen spesial yang penuh kekhusyuan dan berlimpah pahala. Namun sayangnya, tidak semua jamaah umroh merasakan hal itu.

Beberapa jamaah mendapatkan pengalaman kurang maksimal saat momen tawaf di Kabah, bahkan ada juga yang tawafnya tidak sah. Penyebabnya, jamaah kurang membekali dirinya dengan ilmu sebelum ia berangkat ke Baitullah.

Padahal, dengan mengetahui hukum dan tatacara seputar tawaf, jamaah umroh dapat merasakan momen paling indah dalam hidupnya, yaitu tawaf dengan khusyuk di Baitullah.

Berikut ini adalah rangkuman hukum, tatacara serta larangan-larangan yang berlaku dalam prosesi tawaf, selamat menyimak!

Arti dan Hukum Tawaf

Tawaf dalam bahasa Indonesia artinya mengelilingi sesuatu. Dalam rangkaian ibadah umroh, tawaf dilakukan dengan cara mengelilingi Kabah sebanyak tujuh kali.

Prosesi tawaf saat umroh memiliki kedudukan yang sangat penting, bahkan para Ulama menghukuminya sebagai rukun atau kewajiban umroh yang harus dilaksanakan. Kewajiban tawaf dalam umroh ini berdasarkan firman Allah:


ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS. Al-Hajj: 29)

Ayat ini dengan gamblang mengandung perintah pelaksanaan tawaf mengelilingi Kabah sebagai kewajiban dari Allah bagi hamba-Nya yang berhaji ataupun umroh.

Tata Cara Tawaf dan Larangannya

Setelah jamaah berniat umroh, amalan selanjutnya adalah melakukan prosesi tawaf di Baitullah. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan jamaah umroh agar tawaf menjadi sah dan nyaman.

1. Menjaga Kesucian

Seperti halnya sholat, tawaf hanya sah jika dilakukan dalam keadaan suci, baik dari hadats besar, kecil maupun najis. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda:

الطَّوافُ حَولَ البيتِ مِثلُ الصَّلاةِ، إلَّا أنَّكم تتكلَّمونَ فيه، فمن تكلَّمَ فيه فلا يتكَلَّمنَّ إلَّا بخيرٍ

Tawaf mengelilingi Kabah seperti sholat, hanya saja kalian diperbolehkan untuk berbicara, maka siapa yang berbicara saat itu hendaknya hanya berbicara yang baik.” (HR. At-Tirmidzi)

Oleh karena itu, sebelum menuju Masjidil Haram jamaah disarankan untuk tidak menahan air serta buang air terlebih dahulu, kemudian berwudhu setelahnya, agar prosesi tawaf menjadi lebih khusyuk.

Bila wudhu seseorang batal di tengah prosesi tawaf, hendaknya ia keluar dari area tawaf untuk berwudhu, kemudian melanjutkan tawaf tanpa mengulang putaran yang sudah dilakukan.

2. Menutup Aurat

Tawaf tidak sah bila dilakukan dalam keadaan tidak menutup aurat dengan sempurna. Sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah RA, bahwa Nabi Muhammad bersabda:

وَلَا يَطُوفُ بِالْبَيْتِ عُرْيَان

“Tidak boleh tawaf di Baitullah dalam keadaan telanjang.” (HR. Muslim)

Aurat laki-laki adalah dari pusar sampai lutut, sedangkan aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan.

Oleh karena itu, jamaah pria harus memastikan kain ihram yang dikenakan menutupi pusar dengan rapat. Begitu juga jamaah wanita, agar menggunakan pakaian yang tidak menerawang sehingga warna kulitnya terlihat.

Selama prosesi tawaf, jamaah laki-laki dianjurkan untuk melakukan idhthiba’. Caranya adalah dengan meletakkan kain ihram di bawah ketiak kanan dan diselempangkan di pundak kiri, sehingga bahu kanan terbuka.

3. Ka’bah Berada di Sisi Kiri

Selama prosesi tawaf, jamaah diwajibkan agar menjadikan Ka'bah berada di sisi kiri tubuhnya. Sahabat Jabir bin Abdillah RA pernah menjelaskan:

أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ مَكَّةَ أَتَى الحَجَرَ فَاسْتَلَمَهُ، ثُمَّ مَشَى علَى يَمِينِهِ، فَرَمَلَ ثَلَاثًا وَمَشَى أَرْبَعًا

“Rasulullah ketika tiba di kota Mekkah mendatangi Hajar Aswad lalu mengusapnya, kemudian berjalan di sisi kanannya, lalu berjalan cepat tiga kali dan berjalan normal empat kali.” (HR. Muslim)

Oleh karena itu, saat sedang tawaf seseorang dilarang membelakangi Ka'bah ataupun berjalan mundur sehingga Ka’bah berada pada sisi kanan dirinya. Bila dilanggar tanpa adanya alasan yang darurat, maka putaran tawaf tersebut jadi tidak sah.

Namun bila terjadi kondisi darurat sehingga harus membelakangi Kabah, seperti terjadi kepadatan, terjeda karena ada sholat berjamaah, atau karena kembali pada anggota keluarga yang tercecer, maka tidak mengapa untuk melanjutkan tawaf tanpa perlu mengulang dari awal, dengan catatan segera menjadikan Ka’bah berada di sisi kiri dirinya.

4. Tawaf di Luar Bangunan Ka’bah

Selama prosesi tawaf, jamaah dilarang memasuki area Ka’bah, termasuk di dalamnya area Hijir Ismail atau menginjak pondasi Kabah (Syadzarwan).

Karena Allah memerintahkan pelaksanaan tawaf di sekeliling Baitullah, bukan di dalamnya. Allah ta’ala berfirman:

وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“Hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS. Al-Hajj: 29)

5. Tawaf di Dalam Masjidil Haram

Masjidil Haram memiliki beberapa lantai yang difungsikan untuk pelaksanaan tawaf. Selagi tawaf dilakukan di dalam Masjidil Haram, baik dilakukan di lantai dasar yang sejajar dengan Kabah, lantai atas atau bahkan Rooftop Masjidil Haram, boleh dan sah hukumnya. Imam As-Syafi’i dalam kitab Al-Umm berkata, Masjidil Haram seluruhnya adalah area pelaksanaan tawaf.

6. Hajar Aswad Sebagai Titik Awal dan Akhir Tawaf

Putaran tawaf terhitung ketika jamaah sudah sejajar dengan Hajar Aswad, kemudian berakhir ketika sudah melintasinya. Hal ini berdasarkan riwayat-riwayat yang menjelaskan praktek Nabi saat tawaf, salah satunya hadits Jabir bin Abdillah RA yang telah disebutkan.

Jamaah dapat menjadikan lampu hijau yang berada di sisi kanan Masjidil Haram sebagai tanda batas memulai sekaligus garis akhir putaran tawaf.

Disunnahkan untuk mencium Hajar Aswad di tiap lintasan, namun karena kondisi yang tidak memungkinan, jamaah cukup mengangkat tangan kanan ke arah Hajar Aswad seraya mengucapkan:

بِسْمِ االلهِ وَااللهُ أَكْبَرُ

Bismillahi wallahu akbar

Kemudian mencium tangan tersebut. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa Nabi saat mengusap Hajar Aswad mengucapkan bismillahi wallahu akbar.

7. Tawaf Tujuh Putaran Penuh

Setelah sejajar Hajar Aswad jamaah diwajibkan untuk memutari Ka’bah sebanyak tujuh kali. Bagi laki-laki, tiga putaran pertama disunnahkan untuk berjalan cepat (Raml) dan berjalan normal di putaran selanjutnya.

Dan yang terpenting, jumlah putaran tawaf yang wajib dilakukan saat umroh adalah tujuh putaran yang sempurna. Imam As-Syafi’i dalam kitab Al-Umm menegaskan: tidak sah, tawaf mengelilingi Baitullah yang kurang dari tujuh putaran penuh.

Maka, apabila seseorang keluar lintasan sebelum melewati Hajar Aswad, putaran tersebut tidaklah sah.

Namun, jika jamaah ragu berapa putaran yang telah dilakukannya maka dia wajib memilih angka yang lebih kecil. Contohnya, seseorang ragu apakah sedang berada di putaran ke-lima atau ke-enam, maka ia wajib menjadikannya sebagai putaran ke-lima.

8. Bacaan Ketika Tawaf

Saat tawaf, jamaah dianjurkan untuk memperbanyak doa, dzikir, istighfar, membaca Al-Quran dan ucapan baik lainnya. Tidak ada bacaan khusus yang wajib dibaca saat tawaf. Ketika melintasi rukun Yamani, sebagaimana yang diriwayatkan dalam riwayat Abu Dawud, jamaah disunnahkan membaca doa sapu jagat yang bunyinya:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Rabbana aatina fiddunya hasanah wa fil-akhirati hasanah, wa qinaa adzabannaar.

Artinya: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.

9. Sholat Sunnah Thawaf

Setelah selesai melakukan tujuh putaran thawaf penuh, disunnahkan untuk melakukan sholat sunnah tawaf dua rakaat. Sahabat Jabir bin Abdillah RA pernah menjelaskan dalam suatu hadits yang artinya:

“Saat Nabi tiba di Makkah, beliau tawaf mengelilingi Baitullah tujuh kali, kemudian menuju ke Maqam Ibrahim seraya membaca wattakhidzu min maqaami ibraahima mushalla, lalu shalat di belakang Maqam Ibrahim, kemudian mengusap Hajar Aswad” (HR. Tirmidzi)

Dari hadits di atas, tempat yang paling utama untuk shalat sunnah tawaf adalah di belakang Maqam Ibrahim. Namun, bila tidak menemukan cukup ruang, jamaah dapat melakukannya di mana saja di dalam area Masjid.

Disunnahkan untuk membaca surat Al-Kafirun setelah Al-Fatihah pada rakaat pertama dan Al-Ikhlas setelah Al-Fatihah pada rakaat kedua, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Demikianlah penjelasan singkat mengenai tatacara pelaksanaan tawaf di Baitullah. Semoga kita diundang oleh Allah untuk berkunjung ke rumah-Nya, sehingga dapat melakukan prosesi tawaf dengan penuh suka cita dan meraih banyak kebaikan.

Bagi calon jamaah yang berniat untuk beribadah umroh dan haji, Anda bisa melakukan perjalanan ibadah umroh dan haji bersama jejak imani. Para ustadz mumpuni akan full membimbing jamaah sesuai syariat mulai dari manasik di Indonesia hingga prosesi ibadah di Tanah Suci contohnya seperti prosesi tawaf di atas.

Wallahu A’lam.

Dilihat 30 kali