Ingin dapat penawaran khusus untuk Anda? Konsultasi sekarang!

Apakah Boleh Muslim Merayakan Pergantian Tahun Baru?

03 December 2025 ditinjau oleh Tim Khidmat jejak imani

article-thumbnail

Dengan segala kehebohan dan gegap gempitanya, perayaan pergantian tahun dalam perspektif keislaman masih menuai polemik. Para Ulama di berbagai belahan dunia berbeda pendapat mengenai hukum seorang muslim merayakan tahun baru masehi.

Pada umumnya masyarakat memandang perayaan ini hanyalah tradisi sosial biasa, namun tetap saja masih menyisakan pertanyaan mendasar, jika seorang muslim merayakan tahun baru masehi, apakah hal itu bertentangan dengan prinsip dan menggerus identitas keislamannya?

Apakah ada larangan khusus berkaitan dengan hukum muslim merayakan tahun baru? Apa alasan pihak yang melarang dan yang membolehkannya? Dan bagaimana menyikapi perbedaan ini secara bijak? Simak penjelasannya dalam artikel berikut ini!

Asal-Usul Penanggalan Masehi

Kalender masehi disebut juga sebagai kalender Gregorian. Kalender ini pertama kali dikenalkan pada tahun 1582 oleh Paus Gregorius XIII sebagai penyempurna dari kalender Julian yang lebih dahulu digunakan sejak tahun 46 SM.

Pada mulanya, hanya negara-negara Katolik yang menggunakan kalender ini, seperti Italia, Spanyol dan Portugal. Sedangkan negara-negara Muslim, bahkan Protestan menolak penanggalan masehi karena alasan politik dan keagamaan.

Namun perlahan, penanggalan masehi banyak digunakan masyarakat dunia. Inggris sebagai negara penjajah, baru mengadopsi kalender Gregorian pada tahun 1752, sedangkan Turki mulai menggunakan penanggalan ini pada tahun 1926, dua tahun setelah runtuhnya kekhalifahan Utsmaniyah di tahun 1924.

Pengaruh dunia barat dalam hal politik, ekonomi dan budaya menjadi sebab mengapa kalender Gregorian secara masif digunakan masyarakat dunia. Negara-negara di bawah pengaruh dominasi barat harus menyesuaikan standar penanggalan dalam hal pencatatan dan keperluan administratif lainnya dengan beralih ke penanggalan masehi.

Hukum Perayaan Tahun Baru Masehi

Para Ulama tidaklah berbeda pendapat soal keharaman muslim merayakan tahun baru bila diisi dengan perbuatan maksiat yang jelas keharamannya, seperti minum khamr, berzina, makan-makanan haram, dan perbuatan terlarang lainnya. Namun, bila perayaan tahun baru diisi dengan kegiatan positif, semisal silaturahmi keluarga, makan-makan bersama atau kegiatan baik lainnya, para Ulama berbeda pendapat. Dalam hal ini memang tidak ada hukum yang secara khusus menyinggung perayaan tahun baru.

Pendapat yang Membolehkan Perayaan Tahun Baru Masehi

Pendapat yang membolehkan seorang muslim merayakan tahun baru didasarkan pada fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa masyarakat luas - khususnya di Indonesia - tidak menjadikan malam tahun baru sebagai ritual keagamaan, melainkan hanya sebatas pada tradisi dan adat istiadat semata. Maka selama tidak ada unsur-unsur kemaksiatan di dalam perayaan tahun baru hukumnya adalah boleh.

Hal ini sejalan dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Prof. Dr. Shawqi Ibrahim Allam selaku Mufti Besar Mesir yang mengatakan bahwa perayaan tahun baru masehi diperbolehkan dengan syarat tetap menjaga prinsip-prinsip syariat.

الاحتفال ببداية السنة الميلادية المؤرخ بيوم ميلاد سيدنا عيسى ابن مريم عليهما السلام بما يتضمنه من مظاهر الاحتفال والفرح جائزٌ شرعًا، ولا حرمة فيه؛ فهو من جملة التذكير بأيام الله، وصار مناسبة اجتماعية ومشاركة وطنية، وما دامَ أنَّ ذلك لا يُلزِم المسلمين بطقوسٍ دينيةٍ أو ممارسات تخالف عقائد الإسلام أو يشتمل على شيء محرم فليس هناك ما يمنعه من جهة الشرع

“Perayaan awal tahun Masehi yang ditandai dengan hari kelahiran Nabi Isa putra Maryam ‘alaihimas-salam, beserta berbagai bentuk kegembiraan dan ekspresi perayaannya, hukumnya boleh secara syar‘i dan tidak ada keharaman di dalamnya. Sebab ia termasuk bagian dari upaya mengingat hari-hari besar ciptaan Allah, dan telah menjadi momentum sosial serta bentuk partisipasi kebangsaan. Selama hal tersebut tidak mewajibkan kaum Muslimin untuk melakukan ritual keagamaan tertentu atau praktik yang bertentangan dengan akidah Islam, serta tidak mengandung unsur yang diharamkan, maka tidak ada larangan syariat terhadapnya.”

Baca juga : Muslim Ucapkan Natal ke Kerabat, Apakah Boleh?

Pendapat yang Melarang Perayaan Tahun Baru Masehi

Pendapat yang melarang seorang muslim merayakan tahun baru paling tidak didasari tiga alasan. Pertama, perayaan tahun baru masehi adalah ibadah kaum kafir. Kedua, merayakan tahun baru masehi menyerupai perbuatan orang kafir. Ketiga, perayaan tahun baru identik dengan kemaksiatan.

1. Ibadah Kaum Kafir

Seorang muslim tidak boleh mengikuti ritual agama lain, termasuk perayaan malam tahun baru. Asal muasal perayaan tahun baru masehi berasal dari ritual kaum pagan (kaum penyembah berhala). Pada tahun 46 SM, Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari raya penyembahan dewa Janus, dan masyarakat Roma kala itu berpesta serta meminta perlindungan dari para dewa untuk tahun baru.

Baca juga : Ikuti Cara Berdagang Untuk Hari Perayaan Selain Islam!

2. Menyerupai Perbuatan Orang Kafir

Perayaan malam tahun baru, seperti menyalakan api, meniup terompet juga berasal dari tradisi orang-orang kafir yang tidak patut ditiru oleh seorang muslim. Walaupun pada asalnya menyalakan api dan meniup terompet adalah hal yang mubah, namun karena waktunya bertepatan dengan kebiasan orang kafir maka tidak boleh dilakukan karena ada unsur tasyabbuh (menyerupai) di dalamnya.

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud)

3. Identik dengan Perbuatan Maksiat

Perayaan malam tahun baru juga identik dengan perbuatan maksiat. Di zaman ini banyak pemuda-pemudi yang menghabiskan malam tahun baru dengan kegiatan-kegiatan negatif seperti minum alkohol dan berzina. Walaupun seorang muslim merayakan malam tahun baru tanpa melakukan hal-hal maksiat, namun terdapat unsur menyerupai perilaku orang-orang fasiq (keluar dari ketaatan Allah) dan sebagai tindakan pencegahan, maka seorang muslim merayakan tahun baru itu dilarang.

Baca juga : Bolehkah Umat Muslim Memberi Hadiah Natal? Ini Penjelasannya

Bagi seorang muslim, sebaiknya malam tahun baru diisi dengan muhasabah, mengevaluasi perjalanan hidup setahun ke belakang serta memperbaharui niat dan tekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Seorang muslim dapat Mengawali tahun baru dengan berdzikir dan doa agar terus mendapat bimbingan Allah di hari-hari yang akan datang.

Semoga kita selalu dijaga agar senantiasa tetap berada di jalan Allah. Selain dengan berikhtiar untuk terus mencari ilmu dengan membaca artikel ini, jangan lupa berdoa untuk terus mendapat hidayah-Nya.

Multazam di Baitullah merupakan salah satu tempat berdoa yang mustajab. Anda dapat berkunjung dan berdoa di sana, saat haji dan umroh bersama jejak imani. Dapatkan informasi lengkap terkait haji dan umroh melalui tim jejak imani.

Wallahu a’lam.

Dilihat 95 kali