Ditulis oleh Ustadz H. Jundi Imam Syuhada, Lc. M.IRK, / Sabtu, 15 Maret 2025
Umat Islam melakukan ibadah sholat harus menghadap kiblat yakni Ka’bah di Masjidil Haram. Sholat menghadap kiblat merupakan syarat sahnya sholat. Menghadap kiblat saat sholat bukan berarti arah pandang mata ke depan namun ke bawah atau tempat sujud. Menjadi pertanyaan apabila kita shalat di depan Ka'bah, mata mengarah ke tempat sujud atau melihat Ka'bah? Simak penjelasannya di bawah ini.
Arah Pandangan Ketika Sholat di Depan Ka’bah
Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang arah pandangan orang yang sedang shalat di depan Ka’bah. Secara umum, Mazhab Malikiyah yang berpendapat bahwa orang yang shalat harus memandang ke depan, sehingga jika ia berada di dekat Ka'bah, maka pandangannya akan jatuh ke arah Ka'bah.
Sementara itu, mayoritas ulama (jumhur) berpendapat bahwa orang yang shalat harus memandang ke arah tempat sujudnya. Kedua pendapat tersebut adalah sah. Adapun tentang arah pandangan orang yang shalat di dalam Masjidil Haram, sebagaimana Allah berfirman:
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗۗ
"Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya." (QS. Al-Baqarah: 144)
Dari ayat ini, kita dapat memahami bahwa menghadap kiblat adalah sesuatu yang wajib bagi orang yang shalat. Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk mengetahui arah kiblat dengan yakin, karena hal ini adalah syarat sahnya shalat dan diterimanya oleh Allah.
Bagi orang yang melihat Ka'bah secara langsung, wajib baginya untuk menghadapkan wajahnya ke arah Ka'bah. Bagi orang yang tidak dapat melihat Ka'bah secara langsung, wajib baginya untuk menghadapkan wajahnya ke arah Ka'bah berdasarkan pengetahuannya. Hal ini adalah pendapat ulama tentang menghadap kiblat.
Baca Juga : Ihram Menggunakan Sabun & Shampo Wangi, Apakah Boleh?
Maka Ibnu Katsir mencantumkan dalam kitabnya Tafsir Ibn Katsir, sekaligus beliau menyebutkan terkait perbedaan pendapat ulamanya sebagai berikut:
استدل المالكية بهذه الآية على أن المصلي ينظر أمامه، لا إلى موضع سجوده كما ذهب إليه الشافعي وأحمد وأبو حنيفة. قال المالكية: فلو نظر إلى موضع السجود لاحتاج إلى أن يتكلف ذلك بنوع من الانحناء وهو ينافي كمال القيام. وقال بعضهم: ينظر المصلي في قيامه إلى صدره، وقال شريك القاضي: ينظر في حال قيامه إلى موضع سجوده كما قال جمهور الجماعة؛ لأنه أبلغ في الخضوع وأكثر في الخشوع. وأما في حال ركوعه فإلى موضع قدميه، وفي حال سجوده إلى موضع أنفه، وفي حال قعوده إلى حجره
"Mazhab Malikiyah berpendapat berdasarkan ayat ini bahwa orang yang shalat harus memandang ke depan, bukan ke arah tempat sujudnya seperti yang dikatakan oleh Imam Syafi'i, Ahmad, dan Abu Hanifah. Mazhab Maliki mengatakan bahwa jika orang yang shalat memandang ke arah tempat sujudnya, maka ia harus menundukkan kepalanya, yang dapat mengganggu kekhusyukan shalatnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa orang yang shalat harus memandang ke arah dadanya. Sementara itu, pendapat Syariik al-Qadhiy menyatakan bahwa orang yang shalat harus memandang ke arah tempat sujudnya seperti yang dikatakan oleh mayoritas ulama, karena hal ini lebih mendalam dalam hal kepatuhan dan lebih besar dalam hal kekhusyukan. Adapun ketika rukuk, maka orang yang shalat harus memandang ke arah telapak kakinya. Ketika sujud, maka ia harus memandang ke arah ujung hidungnya. Ketika duduk, maka ia harus memandang ke arah pangkuannya."
Kesimpulan
Inilah yang disebutkan tentang arah pandangan orang yang shalat selama shalatnya. Dengan demikian, berdasarkan pendapat Mazhab Malikiyah ini, jika ada orang yang shalat di dalam Masjidil Haram menghadap Ka'bah dan memandang ke depan, maka pandangannya akan jatuh ke arah Ka'bah, yang sesuai dengan pendapat mereka. Jika ia memandang ke arah tempat sujudnya, maka hal itu sesuai dengan pendapat mayoritas ulama. Dari penjelasan di atas, dapat dipahami jawaban atas pertanyaan tersebut, bahwa keduanya benar. Namun penulis cenderung mengikuti pendapat jumhur atau mayoritas ulama.
Wallahua'lam bisshowab.
534x
Bagikan: